Biodata Masyaikh

|
PT.Wardha.bersahaja


 KH. Hasan Dailami Ahmad; Isyarah Sebagai Masyayikh Ma’had Aly Situbondo


Lembut, bersahaja, dan berwibawa. Itulah kata-kata yang patut disematkan untuk menggambarkan sosok Kiai ini. Jalan hidupnya dipenuhi dengan aktivitas-aktivitas ukhrowi, hampir seluruh waktu beliau hanya digunakan untuk mengajar dan mengabdi kepada pondok pesantren.

Nama lengkap beliau adalah K.H. Hasan Dailami Ahmad. Sebenarnya nama Hasan merupakan tambahan dari K.H. Hasan Abdillah Glenmor saat keduanya bertemu di Makkah. Entah apa tujuannya, yang jelas ketika K.H. Hasan Abdillah bertemu dengan K.H. Dailami, K.H. Hasan Abdillah meminta untuk menambahkan nama Hasan dan Kiai Dailami meng-iya-kan atas permintaan tersebut.

Sifatnya yang supel dan tawadhu membuat beliau masyhur di semua kalangan, baik pejabat, masyarakat, ataupun murid-murid yang pernah beliau ajar. Dalam kesehariannya beliau kerap disapa dengan panggilan K.H. Dailami.

Kakak dari 10 bersaudara ini dilahirkan di desa Badean, Kabat Kota Banyuwangi. Beliau dilahirkan berkisar tahun 1935 M. Dalam satu keterangan beliau dilahirkan pada tahun 1930 M. 

Beliau masih memiliki titisan orang madura. Kakeknya berasal dari daerah Marengan Laok Sumenep. Sementara ayahanda dan ibundanya menetap di desa Badean kecamatan Kabat kabupaten Banyuwangi.

K.H. Dailami adalah anak pertama dari sepuluh bersaudara.  Di antara mereka, hanya K.H. Dailami yang memiliki pondok pesantren. Sementara yang lain hanya sekadar membantu mengurusi pondok pesantren.

Perjalanan pendidikannya, beliau awali dengan masuk Sekolah Rakyat atau yang lebih populer dengan sebutan SR. Setelah tamat dijenjang ini beliau melanjutkan ke SMP I Kota Banyuwangi. Tidak sampai selesai menempuh pendidikan di SMP beliau dimondokkan di Pondok Pesantren Darunnajah kabupaten Banyuwangi yang diasuh oleh Kiai Muta’allimin selama enam tahun. Kemudian beliau melanjutkan pengembaraannya ke Pondok Pesantren Termas sekitar dua tahunan.

Setelah itu, beliau harus melanjutkan rihlah ilmiahnya ke Pondok Pesantren Lasem Jawa Tengah yang diasuh oleh K.H. Ma’sum. Di pondok inilah mantan Ketua MUI Kota Banyuwangi ini banyak mendalami beberapa ilmu syari’at.

Selain menekuni beberapa mata pelajaran inti, beliau juga senantiasa berpuasa senin-kamis guna me-riyadhohi ilmu yang ditekuninya itu.

Allah memang tidak pernah berdusta dengan janjinya. Usaha keras beliau di dalam menuntut ilmu ternyata membuahkan hasil yang luar biasa. Sebelum berhenti mondok, beliau telah dipasrahi mengajar beberapa santri yang usianya relatif lebih muda dari beliau. Kitab yang beliau ajarkan terbilang cukup berat dan rumit yaitu kitab Jam’ul Jawami’ dan Fathul Wahab.

Dalam kehidupanbeliau terdapat sosok penting yang selalu mengiringi langkah perjuangannya, yaitu istri-istri tercinta. Kehadiran istri pertamanya tampil sebagai sosok motivator yang senantiasa membantu dan mendukung setiap langkah yang diambil oleh beliau. Misalnya, dalam pembangunan Madrasah Tsanawiyah, sebagian uang yang digunakan adalah milik al-marhumah, Nyai Hj. Husniyah binti K.H. Hudan.

Kiai Dailami sangat terkesan dengan sikap ibu dari tujuh anak ini. Mereka adalah Nur Milah, Hj. Azizah, alm. Lutfiyah, M. Sholahuddin Anwar, alm. Uswatun Hasanah, Nur Hidayati, dan yang terakhir Ummu Salamah. Sehingga tidak jarang ketika beliau menceritakan tentang al-marhumah meneteskan air mata haru. Bahkan, beliau pernah berwasiat kepada anak-anaknya agar makamnya kelak didekatkan dengan istri tercintanya. Dan wasiat itu kini telah dilaksanakan.

Sementara istri yang kedua bernama Nyai Muayyanah. Dengan istri yang kedua ini beliau tidak dikaruniai seorang anak.

Isyarah Mengajar di Ma’had Aly

Ada dua sumber yang mungkin bisa dijadikan bukti atas tertunjuknya beliau sebagai masyayikh di Ma’had Aly. Pertamamimpi yang dialami beliau sendiri. Pada suatu malam, beliau bermimpi Kiai As’ad datang menghampiri kemudian menusukkan jari telunjuknya ke pusar Kiai Dailami. Sebangun dari mimpi, beliau masih tidak mampu menafsirkannya, sehingga beliau mengahadiri rapat di Pondok Pesantren Paiton keesokan harinya.  

Rapat tersebut membahas tentang penentuan masyayikh Ma’had Aly Sukorejo. Ternyata tanpa diduga dan direncanakan, Kiai Dailami ditunjuk untuk mengajar Ushul Fikih, kitab Jam’ul Jawami’ menggantikan Kiai Mukhtar Syafaat (pendiri Pondok Pesantren Darussalam Blokagung).

Kedua, isyaroh ini berasal dari Kiai Mukhtar Syafa’at yang ketika itu sebagai masyayikh di Ma’had Aly. Pasalnya, saat mobil beliau mogok di jalan menuju kediaman Kiai Dailami, Kiai Mukhtar berkata kepada sopirnya “Setelah saya meninggal nanti, yang akan menggantikan saya adalah ustad (sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah kediaman Kiai Dailami)”.

Sejarah Ma’had Aly mencatat bahwa Kiai Dailami telah mengampu tiga kitab pokok dalam standar kelulusan Ma’had Aly. Di antaranya adalah Jam’ul Jawami’Fathul Wahab dan Ihya’ Ulumiddin.

Aktivitas Sehari-harinya

Sebagai pengasuh pondok pesantren, beliau banyak menghabiskan waktu untuk mengayomi santri. Dari mengurusi pondok secara umum hingga mengajari ‘ngaji’ para santrinya.

Meski waktu yang dimiliki beliau begitu padat, sosok Kiai yang memiliki sifat pemaaf ini masih menyempatkan hadir dalam beberapa acara semacam ‘slametan’, pengajian kitab, tausiyah, dan semacamnya.

Selain mengajar di pondoknya sendiri, sosok Kiai yang tabah ini juga mengajar di beberapa tempat. Di Pondok Pesantren Blok Agung beliau menjadi dosen tetap fikih tasawuf; setiap malam jumat legi beliau mengisi pengajian kitab Ihya’ Ulumiddin; setiap malam rabu mengisi pengajian tafsir al-Quran; dan setiap dua bulan sekali mengisi khutbah di Masjid Agung Banyuwangi.

Sebagaimana lumrahnya ulama-ulama terdahulu, Kiai Dailami juga sempat menorehkan beberapa karya tulisnya di beberapa makalah saat beliau akan mengisi seminar dan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pendidikan. Bahkan dalam rangka memudahkan para santri untuk memahami tentang persoalan-persoalan fikih, khususnya di bidang puasa, Kiai menyusun kitab yang diberi nama dengan Fiqh as-Siyam. Kitab ini hingga sekarang menjadi pegangan wajib para santri Pondok Pesantren Nurul Huda. 

Menurut penuturan beberapa muridnya, beliau adalah sosok Kiai yang layak dikatakan sebagai murobby, sebab yang beliau tekankan saat mengajar bukan pendidikan zahir semata melainkan pendidikan rohani yang selalu menjadi perhatian. Bahkan sebagian mahasantri Ma’had Aly menganggapnya sebagai sosok Kiai yang mukasyafah. Bagaimana tidak, beliau selalu tahu terhadap apa yang menjadi kegelisahan muridnya. 

Selain aktivitas mengajar, Kiai yang terkenal dengan sifat lemah lembut ini juga tidak pernah meninggalkan salat berjamaah. Selelah apapun kondisi fisiknya, “Kalau urusan berjamaah, Abah tidak pernah absen terkecuali beliau sakit parah”, ucap salah satu menantunya. Terakhir kali beliau tidak menjadi imam pada tanggal 15 Mei 2014 M.

Tidak hanya istikamah dalam salat berjamaah, Kiai penyabar ini juga tidak pernah melewatkan wiridan setelah salat lima waktu. Di mana beliau berada dan sesibuk apapun aktifitasnya bukanlah suatu kendala untuk meluangkan waktu melakukan rutinitasnya itu.

K.H. Dailami merupakan potret Kiai yang tidak pernah berkecimpung dalam dunia politik. Bahkan dalam beberapa kesempatan Kiai menolak keras bantuan dana dari salah satu calon partai politik yang hendak maju ke panggung politik. Meski demikian, Kiai juga tidak pernah menyakiti perasaan beberapa calon yang datang meminta dukungan kepada beliau. Hanya saja dengan tegas beliau mengatakan bahwa saya mendukung semua yang mencalonkan diri. Dalam pemilihan kepala desa misalnya, beliau mendukung semua calon yang ingin maju menjadi kepala desa. Dan beliau menyatakan “Siapa saja yang terpilih nanti, itu adalah kepala desa saya”. Kalimat inilah yang selalu beliau ucapkan saat beberapa calon berbondong-bondong mendatangi beliau.

Di dalam berinteraksi dengan masyarakat luas, beliau tidak pernah membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Sifat ini tercermin saat beliau diundang oleh tetangganya sementara dalam waktu yang bersamaan beliau juga diundang oleh seseorang yang status sosialnya lebih tinggi. Hal ini tidak menjadikan beliau beralih untuk menghadiri undangan VIP tersebut.

Isyarah Wafatnya   

Dua hari sebelum wafat, Kiai Dailami dikejutkan dengan peristiwa aneh yang menimpanya. Seolah-olah apa yang terjadi kepada beliau adalah nyata. Padahal setelah disadari, itu hanya mimpi. Dalam mimpinya, Kiai Dailami didatangi beberapa Kiai dan diajak ziarah ke makam para wali di Timur Tengah.

Kiai yang datang dalam mimpinya di antaranya adalah K.HR As’ad, K.HR. Ach. Fawaid As’ad, K.H. Hasan, K.H. Ma’sum, K.H. Hamid Pasuruan, Habib Hadi, K.H. Iskandar S., K.H. Zarkasy, K.H. MuK.Htar Syafaat, Mbah Nuruddin Tegal, K.H. Hasan Abdillah Glenmor, dan K.H. Hasan Abdul Wafi.

Menjelang wafatnya, beliau berpesan kepada menantunya yang bernama Gus K.Holili agar mendidik santri dengan cara yang lemah lembut dan manut kepada kakak iparnya (Gus M. Sholahuddin Anwar) yang sekarang sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda menggantikan K.H. Hasan Dailami.

Kiai Dailami wafat pada hari ahad malam senin tepat pada jam 17.30 WIB tanggal 15 Februari 2015 M atau 25 Robi’us Tsani 1436 H di Rumah sakit NU Mangir Rogojampi.

Sumber Tulisan: Majalah Tanwirul Afkar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Featured Post

Biodata Masyaikh

  KH. Hasan Dailami Ahmad; Isyarah Sebagai Masyayikh Ma’had Aly Situbondo Lembut, bersahaja, dan berwibawa. Itulah kata-kata yang patut dise...

Popular Post

(C) Copyright 2018, All rights resrved Ma'hadul Aly. Template by colorlib